Seminar Nasional Keperawatan UniversitasNgudi Waluyo : Perawat Tidak Boleh Panik
UNIVERSITAS Ngudi Waluyo (UNW) Semarang menyelenggarakan Seminar Nasional Keperawatan dan Call for Papers di Abhimantrana Ballroom, The Wujil Resort and Conventions, Wujil, Bergas, Kabupaten Semarang. Kegiatan yang dimulai pada Sabtu (16/3/2019) mulai pukul 7.00-13.00 tersebut mengundang Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.App.Sc. dari Universitas Indonesia, dr. Ari Udiyono, M.Kes. dari Universitas Diponegoro, dan Syahirul Alim, S.Kp., M.Sc., Ph.D. dari Universitas Gajah Mada.
Siti Haryani selaku Ketua Panitia Seminar Nasional Keperawatan mengatakan seminar ini bertajuk penanganan bencana. Penanggulangan pada korban pascabencana menjadi konsentrasi dalam seminar ini dikarenakan kondisi topografi Indonesia yang rawan bencana, sebagai negara yang dilalui oleh cincin api. “Harapan Universitas Ngudi Waluyo sebagai institusi pendidikan, selain untuk mahasiswa, dikenalkan pada masyarakat bahwa kita tinggal di wilayah rawan bencana,” ujar wanita yang dikenal dengan nama Ani.
Ani mengatakan, masyarakat harus tahu apa yang harus dilakukan pascabencana. Penanganan pada korban pascabencana yang lebih panjang karena trauma pascabencana tidak mudah teratasi. Pada banyak kasus, mereka baru merasa kehilangan setelah satu atau dua bulan. Perasaan merasa kehilangan akan muncul beberapa saat setelah bencana selesai. “Saya mau pergi, loh mobil saya hilang. Saya mau ke tempat saudara, ternyata saudara sudah meninggal. Hal tersebut lah yang membutuhkan penanganan insentif, karena secara fisik bisa terukur dengan melihat yang luka nampak maupun perawatan medis, namun secara psikis pemulihan menjadi tidak nampak,” terangnya.
Menurut Ani, dalam penanganan korban pascabencana, tantangan terberat ialah mengobati secara psikologis. Saat inilah perran perawatt pascabencana harus bisa menangani secara fisik maupun psikologis, sebagai care giver atau pemberi perawatan dan sebagai trauma healing atau penyembuhan trauma pascabencana sangat dibutuhkan.
Pada penanganan ini, perlakuan untuk tiap pasien pun berbeda. Misalnya pada pasien anak, harus dibangunkan perawatan psikologis yang membuat mereka tidak merasakan mengalami bencana atau teringat bencana yang mereka alami. Hal tersebut dilakukan supaya trauma pada anak tidak berkepanjangan dan akan mengganggu perkembangan anak ke tahap selanjutnya.
Sementara itu, peran perawat dalam fase pemulihan pascabencana sudah bekerjasama dengan BPBD setempat. Ada pula relawan yang mendampingi untuk pemulihan berkesinambungan. Di Departemen Keperawatan Jiwa di Universitas Ngudi Waluyo terdapat daerah binaan di tempat di mana dia rawan terhadap bencana selalu ada binaan padamasyarakat di situ, bagaimana menanganinya, aplikasi ke masyarakat, dan edukasi. “Tak hanya memberikan edukasi, namun juga memberikan aplikasi penanganan pascabencana yang tepat bagi masyarakat,” imbuh Ani.
Selain penanganan pascabencana untuk setiap pasien, penanganan pascabencana tiap wilayah juga berbeda. Wilayah pinggir pantai dengan potensi tsunami, wilayah pegunungan dengan potensi bencana tanah longsor maupun gunung meletus, juga potensi banjir dan gempa bumi yang bisa melanda setiap daerah
Menurut Ani, sesaat setelah terjadi bencana yang paling penting bagi perawat ialah tidak panik. Perawat sudah selalu siap dengan penanganan fisik maupun psikologis pasien pasca bencana alam, namun ketika panik, perawat blank, tidak fokus, tidak boleh bisa memikirkan apa-apa, sehingga berpotensi melakukan penanganan yang salah pada pasien. Perawat harus selalu menjaga kesadaran dan kewarasan di tengah keadaan genting. “Harapan untuk mahasiswa, dapat diaplikasikan ke masyarakat. Mengabdikan ke masyarakat, tahu apa yang harus dilakukan pada pasien di kondisi darurat namun krusial. Memberikan kontribusi pada masyarakat untuk penanganan cepat dan tepat,” paparnya.
Seminar ini diikuti oleh 622 orang dari mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo, mahasiswa Stikes Karya Husada, Magister Keperawatan Undip, Stikes Elizabeth, Poltekkes Kemenkes Kota Semarang, hingga dari Stikes Bethesda Yogyakarta.