Hindari Stres,Hentikan Saling Bully

PEMILU 2019 sudah berlalu, akan tetapi pesta demokrasi yang harusnya menjadi momen seru karena hak suara yang dimiliki masing-masing orang ternyata masih juga diisi oleh para netizen. Duh kesel nggak sih, pilpresnya saja sudah kelar tapi masih ribut-ribut?!

Sejumlah orang memberikan pengakuan kalau mereka sudah mulai malas nih dengan drama ‘cebong’ atau ‘kampret’ yang ada di media sosial. Namun kalau kedua kubu pasangan calon (paslon) 01 dan 02 tetap mengklaim kemenangan, dan terus saling bully antar pendukung, justru berpotensi menimbulkan bahaya baru.

Menanggapi kondisi ini, psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menyarankan tindak saling bully segera dihentikan. Korban bully yang melampaui batas toleransi bisa mengalami frustasi. “Risiko frustasi pada korban bully ada dalam teori frustasi agresi. Korban bully yang mengalami frustasi bisa melakukan tindakan agresi untuk menyalurkan emosi dan perasaannya,” kata Reza pada detikHealth, Minggu (21/4/).

Agresi diartikan sebagai sebagai tingkah laku yang disengaja dengan tujuan mencelakakan individu atau lingkungan sekitar. Kecenderungan melakukan tindak agresi disebut dengan agresivitas. Agresi selama ini identik dengan tindak kekerasan yang melanggar hukum dan bersifat merusak (destruktif).

Namun menurut Reza, agresi sebetulnya bisa dilakukan melalui pendekatan yang bersifat membangun (konstruktif). Salah satunya menyalurkan energi kemarahan melalui tindakan yang berdampak baik untuk kesehatan dan lingkungan sekitar, misal olahraga bersama.

Ekspresi Berlebih

Klaim tersebut makin dahsyat seiring ketidakpercayaan antar paslon peserta serta otoritas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pemilu. Menurut psikolog forensik Reza Indragiri Amriel, penilaian lebay atau wajar kedua kubu dalam menyikapi quick count bersifat relatif bergantung pandangan masyarakat. “Sebetulnya kedua kubu sama-sama mengingatkan menunggu real count dari KPU. Dengan fakta ini, pertarungan antar kubu sebetulnya bisa dibuat dengan lebih beradab. Misal dengan tidak mengekpresikan kemenangan hingga muncul kesan overdosis,” kata kata Reza.

Reza mengutip teori Alfred Adler yang membahas seputar psikologi individual. Teori menyatakan, ekspresi yang berlebihan justru mengindikasikan adanya perasaan tertekan yang luar biasa. Manusia sendiri cenderung bersikap kompensatoris, yaitu melakukan usaha aktif untuk mengatasi perasaan dan situasi inferior yang dialaminya.

Perasaan inferior yang diberi penegakan berlebihan akan menuntun pada gaya hidup tertentu untuk menutupi kekurangannya. Menurut Reza kecenderungan tersebut sebetulnya bisa dilihat dari kedua kubu peserta Pemilu 2019.

Melihat kecenderungan ini, kedua kubu sebaiknya bisa lebih tenang dalam menyikapi hasil quick count. Pertarungan yang beradab akan menurunkan risiko terjadinya perseteruan antar pendukung yang menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat umum.

Rasa Cemas

Reza Indragiri Amriel juga sempat menyinggung fenomena Post Election Stress Disorder (PESD) yang ditandai rasa cemas dan merasa tak punya masa depan. Fenomena yang pertama kali disebut pada 2016-2017 tersebut menyasar anak dan dewasa hingga perlu bantuan profesional untuk mengatasi rasa cemas. “Untuk menghindari PESD sebaiknya batasi atau bila perlu berhenti dulu mengonsumsi berita seputar Pemilu. Konsumsi bacaan bisa diganti dengan materi yang lebih ringan dan tidak membebani pikiran. Untuk anak, orangtua harus berperan penting mengendalikan konsumsi media sosial,” kata Reza.

Pada anak, guru dan lingkungan juga ikut berperan menekan risiko dampak buruk usai Pemilu lewat media sosial. Reza juga menyarankan anak dan dewasa jangan ragu meminta bantuan profesional jika stres mulai mengganggu kehidupan seharihari.

Selain cemas, PESD ditandai perasaan masa depan tidak menentu, pupus rasa aman, enggan bersosialisasi, dan muncul rasa ketidakberdayaan. Reza juga menyebut pengalamannya yang merasakan nyut-nyutan dan nyeri pada sisi kiri kepala mulai dari belakang lubang mata hingga tengkuk, akibat narasi dan klaim yang mudah ditemui di berbagai media

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *