Seminar Nasional STIKES Telogorejo : Gagal Ginjal Bukan Akhir Segalanya

Kondisi yang ditemukan di antaranya pada pasien stadium dini akan kehilangan daya cadang ginjal.Nugroho Lazuardi menyampaikan tentang penanganan CKD Palliative. Nugroho memaparkan, di sisi penyakit ginjal kronis di Indonesia yang berada urutan ke-18 pada tahun 2010, ada beberapa pilihan penanganan yang dapat dilakukan pasien. Penanganan tersebut adalah hemodialysis, peritoneal dialysis (CAPD), dan transplantasi ginjal. “Saat ini yang paling tinggi adalah terapi hemodialisis. Keuntungan terapi ini adalah kondisi pasien terpantau dan memiliki social support yang bagus,” ujarnya.

Kelemahannya, di antaranya kasar Hb cenderung turun dan komplikasi intra dialisis. Periteonal dialysis dianggap lebih fleksibel karena dapat dibawa ke mana-mana dengan mobilitas yang tinggi. Namun, penanganan ini harus dilakukan secara disiplin. Selanjutnya, penanganan secara transplantasi memiliki kelemahan waktu tunggu donor yang tidak mudah.

Gaya Hidup

Dia menegaskan bahwa gagal ginjal bukan akhir dari hidup. Banyak pasien gagal ginjal yang bisa hidup lama dengan cuci darah. ‘’Krisbiantoro, lebih 35 tahun, dan tetap sehat. Gus Dur juga sebelum akhirnya meninggal, lama menjalani cuci darah dan bisa beraktivitas biasa. Jadi anggapan orang bahwa penderita gagal ginjal hidupnya tak lama lagi adalah keliru. Dengan cuci darah, bisa hidup lebih lama,’’ ungkap Nugroho.

Karena itulah, lanjut dia, perawat harus memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien, supaya lebih mengerti tentang penyakit yang dihadapi pasien. ‘’Ini tugas perawat untuk mengatakan informasi yang benar kepada pasien. Perawat harus jujur agar pasien mengetahui kondisi kesehatannya secara benar,’’ saran Nugroho.

Terakhir, Mardiyono mengungkap konsep keperawatan holistik. Healing dapat dilalui bukan hanya melalui obat tetapi juga alternatif lain seperti gluchation, vitamin E, dan kolagen. ‘’Jadi ada alternative perawatan, yang memungkinkan untuk perawatan gagal ginjal,’’ ujar dia.

Menurut, penderita juga bisa melakukan senam ginjal atau yoga ginjal. ‘’Kalau terlalu lama berada dalam satu posisi, memang membuat ginjal tak bergerak. Coba bergerak-gerak, mengayun-ayunkan kaki, menggoyanggoyangkan ginjal, itu seperti detoksifikasi,’’ terang dia.

Sedangkan Ismonah, menambahkan bahwa diabetes, tidak sepenuhnya terjadi karena factor genetic. Penurunan beran badan drastis tanpa disertai gangguan nutrisi, bisa diindikasikan sebagai diabetes. ‘’Sekarang ini karena perkembangan zaman, dengan teknologi yang bergeser lebih maju, memicu diabetes. Gangguan ini cenderung disebabkan karena perubahan gaya dan pola hidup. Ini yang membuat siapa saja bisa menderita diabetes, walau pun dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat diabetes,’’ jelas Ismonah,

Kecenderungan usia penderita pun bergeser. Dulu rata-rata di atas 40 tahun.’’Sekarang di bawah 40 tahun pun rentan. Bahkan usia 30 pun sudah menderita diabetes. Ini dipicu perubahan pola dan gaya hidup yang tidak sehat. Jadi keturunan bukan factor penentu,’’ ujar dosen Keperawatan Medikal Bedah Stikes Telogorejo Semarang. Seminar ini diikuti 550 peserta yang merupakan mahasiswa dan praktisi kesehatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *