Ns Saeri S.Kep : Belajar Lagi di Hemodialisa

LELAKI kelahiran Boyolali 29 Juli 1971 ini awalnya tak beranganangan menjadi perawat. Ia bahkan tak kenal dengan profesi perawat, apalagi dengan Sekolah Perawat Kesehatan. Tetapi orang tuanya, Rejo Suwito, justru berwasasan lebih luas. Ayahnya yang seorang buruh tani, langsung mendaftarkan putra sulungnya itu ke SPK Depkes Klaten selepas lulus SMP. ‘’Bapak saya luar biasa, mantab daftarkan saya di SPK, tak daftar sekolah lain. Padahal pengumuman SPK dua minggu setelah SMA memulai pelajaran. Saya tidak habis pikir dengan kemantabannya. Alhamdulillah saya diterima mesti mepet, ’’ cerita Ns Saeri SKep kepada Media Sehat, di RSUD Salatiga.

Ketua DPD PPNI Salatiga itu mengaku sejak lulus SPK tahun 1991, langsung bekerja di RSUD Salatiga. Di rumah sakit negeri itu, Saeri berpindah tugas berulang kali. Semula dia, selama 9 tahun bertugas di Bangsal Cempaka. Kemudian dalam rentang waktu 2000- 2004 bertugas di UGD. Selanjutnya pindah ke ruang ICU sampai 2013. Sejak tahun itu, dia pindah divisi, jabatannya pun naik menjadi Kepala Ruang HCU. ‘’Sejak 2019 ini saya pindah lagi di ruang Hemodialisa. Saya harus belajar lagi!’’ ujar lulusan D-3 Ngudi Waluyo Ungaran tahun 2004. Selama empat tahun ke depan, sejak 23 Maret lalu, Saeri ikut pelatihan Hemodialisa di Yogyakarta.

Ia mengakui rumah sakit belum menerapkan spesialisasi perawat. Pihak manajemen beranggapan bahwa perawat mampu menguasai semua bidang. Padahal menurut dia, tidak mungkin seorang perawat bisa menguasai disiplin ilmu yang sedemikian banyak. ‘’Misalnya perawat bayi, tiba-tiba ditugaskan di penyakit dalam, tidak mungkin bisa bekerja maksimal. Dokter saja ada spesialisasi, perawat mestinya harus menguasi di bidangnya, tidak bisa general. Tapi gak apa-apa, sinau lagi, belajar lagi,’’ papar perawat yang lulus S-1 dari Widya Husada tahun 2014

Tetapi sejak awal ditugaskan di tempat yang baru itu, ia meminta tak dilibatkan dalam pelayanan. Ia mengaku tak cukup waktu diwajibkan terjun langsung melayani pasien. Aktivitasnya sebagai Ketua DPD PPNI Salatiga yang mengurusi 763 anggotanya sudah sangat padat. Belum lagi ia juga terlibat dalam penyiapan akreditasi, serta sebagai assesor di komite asistensi. Belum lagi kesibukannya di bagian rohani Islam di Masjid RSUD Salatiga. ‘’Waktu saya di HD sedikit, sejak awal saya disini tidak ikut pelayanan, tugas saya yang lain tidak bisa ditinggalkan,’’ ujar pria yang mendapat gelar ners dari Karya Husada tahun 2018.

Suami dari Tri Mulyani, juga perawat Peristrri di RSUD Salatiga, mengaku waktunya lebih banyak habis di rumah sakit. Namun kesibukan itu sangat disyukuri. ‘’Itu kan berarti saya dibutuhkan banyak orang, itu yang saya syukuri,’’ kata dia yang mengaku dalam Ramadan ini kesibukannya bertambah mengelola kegiatan masjid.

Lebih Ringan

Berbagai kesibukannya itu, tak membuat ayah dari Lu Lu ul Mahfudhoh (semester 6), kehilangan determinasi di organisasi profesi yang dicintainya. PPNI adalah bagian dari hidupnya, sekalipun harus bekerja secar sukarela. ‘’Ini kerja sosial yang luar biasa,’’ ucap Saeri

Hanya saja, perubahan sistem online yang dikembangkan DPP PPNI, menurut dia telah meringankan beban kerja DPD. ‘’Sekarang ini DPK yang menjadi tulang punggung. Tetapi dalam dua tahun ini DPD harus bekerja keras membimbing DPK agar lebih mandiri,’’ ujar dia.

Bandingannya, kalau dulu pengurus yang harus ngoyak-oyak anggota, sekarang justru anggota yang mencari pengurus. ‘’Ini karena penerapan sistem online yang memaksa anggota harus aktif,’’ ujar Saeri

Sulung dari tiga bersaudara itu mengakui sistem virtual account, misalnya. Salah satu sistem online yang dikembangkan DPP ini memang perlu lebih disempurnakan. ‘’Memang ada kekurangannya, tetapi yang baik dari sistem ini harus dikembangkan. Memang perlu kontrol yang lebih ketat untuk menjalankan sistem ini,’’ tambah Ketua DPD PPNI Salatiga itu.

Salah satu sisi positifnya, soal jumlah anggota saja, dulu ada saling ketidakpercayaan antar pusat dan daerah. Dengan sistem online, semua terbuka.’’Kalau ingin tahu jumlah anggota berapa, tinggal klik saja, sudah bisa diketahui,’’ katanya.

Dengan virtual account, organisasi lebih tertata. Hanya perlu kontrol lebih ketat. Saran ke DPP, sistem ini lebih disempurnakan, terutama sistem share ke DPW, DPD, dan DPK. ‘’Sekarang ini, hampir semua belum cair, rekening masih kosong. Tapi bukan berarti karena persoalan itu, VA dihapuskan. Perubahan sistem ini harus diikuti, hanya perlu kontrol yang lebih ketat,’’ tandas Saeri yang mengatakan DPK yang aktif bertanya ke DPP berpotensi lebih cepat mendapat sharing iuran anggota

Sistem tersebut membuat beban kerja DPW dan DPD tidak berat. DPD hanya mendamping anggota. Dulu motornya DPD, dengan perubahan ini, DPK menjadi tulang punggung, Target selanjutnya konsolidasi anggota untuk memantabkan organisasi. ‘’Sekarang sudah solid. Kalau mau rapat, kabari lewat WA saja berangkat,’’ pungkas Saeri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *