Sejarah Singkat PPNI Jawa Tengah
Keperawatan adalah suatu profesi yang berorientasi pada pelayanan kesehatan dengan segala perencanaan atau tindakan mandiri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil Lokakarya Nasional Keperawatan Nasional Tahun 1983 keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.
Konsepsi keperawatan tersebut mengandung pengertian bahwa keperawatan merupakan bagian dari implementasi kesehatan, disiplin ilmu kesehatan, mempunyai cakupan disiplin yang luas, serta memberikan pelayanan kesehatan sepanjang hayat. Peran perawat saat ini meliputi perawat sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, dan peneliti. Perawat sebagai pelaksana memberikan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, dan masyarakat bersifat care giver, comforter, protector and advocator, communicator, rehabilitator, yang dilaksanakan melalui asuhan keperawatan berupa assessment, diagnosis, planning, implementation, dan evaluation.
Perkembangan organisasi profesi perawat (PPNI) di Jawa Tengah yang terjadi di beberapa wilayah, sebagai berikut : Diawali dengan adanya Konggres Perawat se Indonesia di Jakarta pada tahun 1974, yang menghasilkan keputusan membentuk Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Tindak lanjut dari konggres perawatan tersebut adalah dilaksanakannya musyawarah di Pati, dan secara aklamasi terpilih sebagai ketua adalah Bapak Bachro Suhadi, yang menjabat sebagai ketua selama 4 periode (tahun 1974 – 1994). Pasca pembentukan PPNI Pusat 17 Maret 1974 kemudian dilanjutkan pembentukan PPNI provinsi, termasuk Provinsi Jateng, kemudian ke kabupaten/kota di Jawa Tengah. PPNI Jawa Tengah menunjuk Soedarsono sebagai ketua PPNI Kudus. Pada 1979 Soedarsono diganti Purbamus, dibawah kepemimpinan Purbamus, kegiatan PPNI juga masih sama. Hanya meneruskan pada era sebelumnya, kumpul-kumpul terutama sesama mantri kesehatan yang praktik di masyarakat.
Tahun 1984 kepengurusan diganti, dengan CH Soeyadi, salah satu kepala seksi di DKK Kudus, sebagai ketuanya. Kepengurusan di bawah CH Soeyadi selama dua periode (1984-1989; 1989-1994), mulai mengarah untuk memberikan perlindungan bagi teman-teman yang praktik. Selanjutnya wilayah Pati, pada tahun 1994 diadakan musda PPNI Pati, dan terpilih sebagai ketua adalah Bapak Markani (tahun 1994 – 1999). Pada tahun 1999 diadakan Musda PPNI, terpilih Edy Yusuf Suwarno (1999-2010), dan pada Musda 2010, terpilih H Moh Dimyati SKep MM sebagai ketua PPNI Pati hingga 2015, yang terkenal dengan keakraban perawat melalui kegiatan arisan.
Akhirnya pada Musda 2001, setelah banyak perawat yang melanjutkan studi ke D3 Keperawatan pola berfikir dunia keperawatan sudah banyak perubahan. Sehingga pada Musda 2001 muncul Ketua oleh Kastam, dan Suroso dipercaya sebagai wakil ketua bidang diklat. Suroso membuat program pendidikan berkelanjutan bagi perawat provinsi yang dilaksanakan di Kabupaten Kudus pada tiap-tiap komisariat yang diakhiri dengan mengadakan ujian sertifikasi perawat (PPNI Kudus). Kegiatan ini baru pertama kali dilaksanakan di Jawa Tengah. Namun karena Pendidikan Berkelanjutan bagi Perawat itu ternyata belum ada regulasi yang memayunginya, maka program ini akhirnya mandek di tengah jalan. Pada Musda 2006, Suroso terpilih menjadi ketua PPNI Kudus.
Kepengurusan PPNI Kabupaten Demak pada awalnya diketuai H Sri Hartanto SKM. Kemudian diganti H Sukardjo SKM M.Kes. Di bawah kepemimpinan Sukardjo, PPNI Demak bisa tertata rapi dan maju sebagai sebuah organisasi profesi. Sejak awal kemerdekaan hingga kini, masyarakat Demak masih tetap mendudukkan perawat sebagai profesi yang terhormat. Masyarakat masih tetap akrab dengan perawat, meski jumlah dokter semakin banyak. Dokter tak hanya ada di kota, namun juga di kecamatan. Namun demikian, sebagian masyarakat Demak masih lebih suka berobat kepada perawat. Salah satu upaya pengurus PPNI Kabupaten Demak dalam memperjuangkan anggotanya, adalah mengarahkan atau melakukan pembinaan, agar perawat bisa mandiri membuka praktik pelayanan kesehatan masyarakat di rumah masing-masing.
Ketua PPNI Kota Magelang adalah Bapak Asto Juliadi, setelah lulus Sekolah Perawat di RSJP Magelang tahun 1981. Kemudian pada tahun 1990-an ada pergantian pengurus, ketua PPNI Kota Magelang dijabat oleh Bapak Fajri. Bapak Budi Ekanto menggantikan sebagai Ketua PPNI Kota Magelang periode 2006-2010. Kemudian, sejak periode 2011-2015 keanggotaan secara online yang memberikan NIRA PPNI Pusat tercatat 1.134 anggota. Namun, pada tahun 2015, banyak anggota yang tidak aktif atau belum registrasi ulang. Kegiatan yang berkaitan dengan organisasi, kami membuat motto untuk PPNI Kota Magelang yakni, ‘’Bangkober’’ artinya Bangga Kompak dan Bersatu.
PPNI Kota Surakarta terbentuk pada tahun 1980, tiga tahun kemudian terbentuk Yayasan PPNI yang kemudian membentuk SPK PPNI. Sedangkan di Kebumen, Sejak berdiri hingga saat in, perkembangan PPNI Kabupaten Kebumen sangat pesat. Saat ini anggotanya sudah mencapai 731 orang. Pandangan masyarakat tehadap perawat juga sudah berubah. Dulu masyarakat memandang sebagai pembantu dokter. Sekarang masyarakat sudah banyak tahu bahwa perawat adalah mitra dokter. Tidak ketinggalan pulan Sragen, pada awalnya PPNI Kabupaten Sragen yang didirikan pada 20 Oktober 1982 dengan Ketua H Nariana dengan Sekretaris Purwanto (1982-2001). Pada periode berikutnya, 2001-2006 PPNI Sragen diketuai Purwanto SKM dan Sekretaris Sunar SKM. Periode 2006-2011 Ketua H Sunarko SKM dan Sekretaris Sri Hartini MS. 2011-2016 Ketua H Purwanto SKM Sekretaris H Ali Ahmadi SKM MM. Perjalanan organisasi sangat lamban. Rapat-rapat atau pertemuan pengurus belum berjalan lancar. Sebab, sebagian besar pengurus saat itu masih belajar berorganisasi baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
Perjalanan yang berikutnya adalah Wonogiri, pada awal terbentuknya PPNI Wonogiri, keuangan organisasi sangat minim. Sedikitnya jumlah anggota, adalah penyebab utama. Penguruslah yang berusaha keras menghidupi organisasi. Terutama untuk biaya pertemuan di luar kota (daerah) seperti Musyawarah Nasional, Musyawarah Provinsi, rapat kerja, dll. Namun, sebenarnya para perawat di Wonogiri, boleh berbangga hati. Sebelum tahun 1990, perawat dipercaya sebagai kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di tingkat kecanatan. Dan, hingga saat inipun para perawat tetap diberi tugas oleh pemerintah daerah untuk menangani pasien di klinik kesehatan (memeriksa, mendiagnosa, dan memberi obat kepada pasien). Semua itu karena tak lepas sejarah keperawatan di Kabupaten Wonogiri. Kini langkah yang dilakukan oleh pengurus PPNI ke depan adalah mengembalikan ruh keperawatan kepada seluruh anggota sebagai profesi perawat yang utuh.
Perjalanan dan perkembangan PPNI diberbagai wilayah jawa Tengah, telah mencatat berjuta cerita, perjalanan yang panjang dan tidak mudah bagi profesi keperawatan. Pengakuan masyarakat terhadap profesi perawat terus berkembang seiring dengan peningkatan kompetensi dan palayanan yang diberikan, hal inilah yang menjadikan kekuatan bagi profesi perawat untuk tetap dan terus berjuang demi pengakuan profesi perawat sebagai profesi yang mandiri dan profesional, dengan mengedepankan pemberian pelayanan kepada masyarakat.